Bung Karno Site, The First President of Republic Indonesia Site

Board of Site

Bung Karno's house as a family residence during the exile in Ende since January 14, 1934 until October 18, 1938 located at Perwira Street, Kotaratu Village, District Officer of North Ende. This house belongs to H. Abdullah Ambuwaru.

Rumah tempat tinggal Bung Karno sekeluarga selama masa pembuangan di Ende sejak tanggal 14 Januari 1934 sampai dengan 18 Oktober 1938 terletak di Jalan Perwira Kelurahan Kotaratu Kecamatan Ende Utara. Rumah ini milik H. Abdullah Ambuwaru.

Well

The house currently known as "Bung Karno Site" which was inaugurated by Bung Karno himself during the visit of the prime as Preseiden RI in 1950.

Rumah tersebut saat ini dikenal sebagai “Situs Bung Karno” yang diresmikan oleh Bung Karno sendiri pada saat kunjungan perdana sebagai Preseiden RItahun 1950.

All belong to Bung Karno collectibles are still stored properly in this site, such as family photos, personal photos Bung Karno, porselein decorative plates, 2 pieces of monkey-headed stick, pen size, a decorative lamp, rice dishes, drinking water kettle, iron iron, tool hangers, wardrobe, iron beds, paintings and others.

Semua barang koleksi milik Bung Karno masih tersimpan dengan baik di dalam situs ini, seperti foto keluarga, foto pribadi Bung Karno, piring hias porselein, 2 buah tongkat berkepala monyet, pulpen ukuran besar, sebuah lampu hias, piring nasi, cerek air minum, besi seterika, alat gantungan pakaian, lemari pakaian, tempat tidur besi, lukisan-lukisan dan lain-lain.

Meditation Room

Inside the museum site and at the same time there is also a place of Bung Karno prostration / meditation room and a place of prayer / prayer that is always used Bung Karno prostrate to Almighty God to request assistance for the Indonesian people's struggle for independence to imprint on the floor. And behind the museum Bung Karno there is a well with a depth of 12 meters that are used by Bung Karno for bathing, washing, drinking and ablution. It is said that well water is believed to have properties to cure many diseases and can make people young. 

Di dalam situs dan sekaligus museum Bung Karno juga terdapat tempat sujud/ ruang semedi dan tempat sembahyang/shalat yang selalu digunakan Bung karno bersujud kepada Allah Yang maha Esa untuk memohon bantuan bagi perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia hingga membekas di lantai. Dan di belakang museum Bung Karno terdapat sebuah sumur dengan kedalaman 12 meter yang digunakan oleh Bung Karno untuk mandi, cuci, minum dan wudhu. Konon air sumur ini dipercaya mempunyai khasiat menyembuhkan berbagai penyakit dan bisa membuat orang awet muda.

Plates

Reception Room

Bed

Breadfruit Tree, The Place of PANCASILA Reflection

Pohon Sukun Perenungan Pancasila

Breadfruit Tree

Breadfruit tree with five branches, located approximately 150 meters from the west coast of Ende Beach and Pancasila Field is the place where the Bung Karno every evening after the Asr prayer to spend the time to sit thoughtfully in the silence of the night. Believed to be a brilliant idea Pancasila state philosophy born in the process of reflection in this material of breadfruit. In 1950, when the first visit to Ende, Bung Karno reiterated that the breadfruit tree is a place where he pondered the Pancasila, which by then had become the basic philosophy of the Republic of Indonesia. However, the original breadfruit trees have been uprooted in the 1960's because of age. And today is the second tree is replanted as a duplicate. This tree thrives with five branches which are believed to society as a manifestation of the five precepts of Pancasila.

Sebatang pohon sukun dengan lima cabang, terletak kira-kira 150 meter dari Pantai Ende dan sebelah barat Lapangan Pancasila merupakan tempat dimana Bung karno setiap sore selepas shalat ashar menghabiskan waktu untuk duduk merenung dalam keheningan malam. Diyakini gagasannya yang cemerlang akan falsafah Negara Pancasila terlahir dalam proses permenungannya di bahan sukun ini. Pada tahun 1950, saat kunjungan perdana ke Ende, Bung Karno kembali menegaskan bahwa pohon sukun tersebut adalah tempat dimana Beliau merenungkan Pancasila, yang waktu itu sudah menjadi dasar falsafah Negara Republik Indonesia. Namun demikian pohon sukun yang asli telah tumbang pada tahun 1960-an karena termakan usia. Dan saat ini adalah pohon kedua yang ditanam kembali sebagai duplikat. Pohon ini tumbuh subur dengan lima cabang yang diyakini masyarakat sebagai perwujudan kelima sila dari Pancasila.