Adu Betis (Mappalanca)
 |
Mappalanca |
Brief Overview - Selayang Pandang
Adu Betis (mappalanca) is a commonly held folk games conducted by the people of South Sulawesi after the harvest. This tradition is a series of an annual party that is still held by the people of South Sulawesi, especially in the Sub Moncongloe, Maros Regency. The game is a match penalty calf calf strength shown by the men with their legs kicking each other way. Anyone, young and old, may test the strength of their legs by way of entering the battle area is circular. Calf race match is usually done in the crowd and enlivened by the cheers of the audience.
Adu Betis (mappalanca) adalah dilaksanakan permainan rakyat yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat Sulawesi Selatan setelah masa penen. Tradisi ini merupakan rangkaian dari sebuah pesta tahunan yang hingga saat ini masih dilaksanakan oleh masyarakat Sulawesi Selatan terutama di daerah Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros. Permainan adu betis ini berupa pertandingan kekuatan betis yang ditunjukkan oleh para lelaki dengan cara saling menendangkan betis mereka. Siapapun, baik tua maupun muda, boleh menguji kekuatan betis mereka dengan cara memasuki area pertarungan yang berbentuk lingkaran. Pertandingan adu betis ini biasanya dilakukan di tengah kerumunan massa dan dimeriahkan oleh sorak-sorai para penonton.
Communities that still carry this tradition states that the penalty matches the calf is solely to show strength only and not for the arena looking for a winner. Tradition is used to remind people about their ancestors who spirited patriots and care for Gowa royal power. As a descendant of patriot, patriots are also grandchildren should inherit the physical strength of the one shown in Adu Betis match.
Masyarakat yang masih melaksanakan tradisi ini menyatakan bahwa pertandingan adu betis tersebut adalah semata-mata hanya untuk menunjukkan kekuatan saja dan bukan untuk arena mencari pemenang. Tradisi tersebut digunakan untuk mengingatkan masyarakat tentang leluhur mereka yang berjiwa patriot dan ikut menjaga kekuasaan kerajaan Gowa. Sebagai keturunan patriot, anak cucu patriot ini juga harus mewarisi kekuatan fisik yang salah satunya ditunjukkan dalam pertandingan Adu Betis.
Mappalanca is held in a special place in a cemetery that is sacred in the region are somewhat separated from residential areas. The tomb is located in a building around which a lot of overgrown trees are large and shady acid. The tomb is believed to be Gallarang Monconloe tombs, ancestral villages as well Moncongloe the uncle of the King of Gowa Sultan Alauddin.
Mappalanca merupakan diadakan di tempat khusus, yaitu di sebuah permakaman keramat di kawasan yang agak terpisah dari permukiman penduduk. Makam tersebut berada dalam sebuah bangunan yang di sekitarnya banyak ditumbuhi pohon-pohon asam yang besar dan rindang. Makam tersebut dipercaya sebagai makam Gallarang Monconloe, leluhur desa Moncongloe yang sekaligus paman dari Raja Gowa Sultan Alauddin.
Feature - Keistimewaan
Besides being a form of power, Adu Betis is also a manifestation of gratitude for the harvest Moncongloe citizens that they get in one year. Land rice fields in Moncongloe really a land dry. Residents rely solely on rainwater. Therefore the rice fields in Moncongloe generally a rainfed rice. Harvested only once a year.
Selain merupakan wujud dari kekuatan, Adu Betis juga merupakan perwujudan dari rasa syukur warga Moncongloe atas hasil panen yang mereka dapatkan dalam satu tahun. Lahan-lahan persawahan di Moncongloe sebetulnya merupakan tanah-tanah kering. Penduduk hanya mengandalkan air hujan. Karena itu sawah-sawah di Moncongloe pada umumnya berupa sawah tadah hujan. Panen hanya sekali dalam setahun.
Besides being a form of power, Adu Betis is also a Manifestation of Gratitude for the harvest Moncongloe citizens That They get in one year. Land rice fields in Moncongloe really a land dry. Residents RELY solely on rainwater. Therefore the rice fields in Moncongloe Generally a rainfed rice. Harvested only once a year.
Seperti dijelaskan di atas, Adu Betis sebetulnya tidak berdiri sendiri. Ia merupakan rangkaian dari sebuah pesta tahunan yang banyak dijumpai di masyarakat Sulawesi Selatan, yaitu pesta panen sebagai rasa syukur kepada Allah atas hasil panen padi yang telah didapatkan dalam setahun. Di musim kemarau, bekas-bekas lahan persawahan di Moncongloe terlihat tandus. Tidak ada air. Yang terlihat hanya rumput-rumput liar yang juga mengering. Tidak ada petani yang berani mengolah lahan di kala musim kering itu. Yang terlihat hanya ternak kambing yang berkeliaran dan merumput di lahan-lahan tersebut. Jalan-jalan kampung yang masih berupa tanah pun berdebu, terutama bila dilintasi kendaraan bermotor.
Rice growing season lasts between December and June. Moncongloe general population about the July harvest rice. After months of harvest feast that is usually done. Harvest festival usually held every August. Months were selected because along with the annual feast Agustusan (anniversary of independence of Indonesia). In a harvest feast is usually displayed several attractions. Besides Adu Betis and sepak takraw (Paraga), there are also events crushed young rice (akdengka ase lolo).
Masa tanam padi berlangsung antara Desember sampai Juni. Penduduk Moncongloe umumnya memanen padi sekitar bulan Juli. Setelah bulan itu biasanya dilakukan pesta panen. Pesta panen biasanya diselenggarakan setiap Agustus. Bulan tersebut dipilih karena seiring dengan pesta tahunan Agustusan (HUT kemerdekaan RI). Dalam pesta panen tersebut biasanya ditampilkan beberapa atraksi. Selain Adu Betis dan sepak takraw (paraga), ada juga acara tumbuk padi muda (akdengka ase lolo).
Rice pounding ceremony is not only done by young girls who pound the mortar, causing the sounds melodious and rhythmic, but also by young men. To take part in the show, they were obliged to wear traditional clothing. The women wearing colorful bodo. While the male, wearing a colorful jacket, skull cap, and gloves.
Upacara menumbuk padi ini bukan hanya dilakukan oleh gadis-gadis muda yang menumbuk lesung sehingga menimbulkan bunyi-bunyian merdu dan berirama, tetapi juga oleh pria-pria muda. Untuk ikut ambil bagian dalam acara itu, mereka wajib mengenakan busana adat. Yang perempuan mengenakan baju bodo aneka warna. Sementara yang laki-laki, mengenakan jas warna-warni, songkok, dan sarung.
Because it followed the tradition sedusun, then the event was designed not kidding. For a party opponents are usually formed a committee composed of young men and women. As an expression of gratitude, of course all the people feel involved. Even for business financing, they worked together. Grain-grain collected. Likewise with the money.
Karena tradisi itu diikuti orang sedusun, maka acara pun dirancang tidak main-main. Untuk menyelenggarakan pesta penen tersebut biasanya dibentuk panitia yang terdiri dari anak-anak muda baik lelaki maupun perempuan. Sebagai ungkapan rasa syukur, tentu saja semua penduduk merasa terlibat. Bahkan untuk urusan pendanaan, mereka pun bergotong royong. Gabah-gabah dikumpulkan. Begitu juga dengan uang.
The most prominent dish in this tradition is the young rice. It was sweet because the sugar is mixed. At the time the party was taking place, all the people preparing food. All the doors of houses open to anyone who comes.
Hidangan yang paling menonjol dalam tradisi ini adalah padi muda. Rasanya manis karena dicampur gula. Pada saat pesta itu berlangsung, semua penduduk menyiapkan makanan. Semua pintu rumah penduduk terbuka untuk siapa saja yang datang.
Location - Lokasi
Adu Betis tradition (mappalanca) contained in the District Moncongloe, Maros, South Sulawesi.
Tradisi Adu Betis (mappalanca) terdapat di Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Access - Akses
To reach the District Moncongloe, Maros regency, South Sulawesi province from the capital, Makassar, visitors can go directly to Panakkukang-without having to go through Maros Regency. From Panakkukang, guests then headed Todopoli-antang and continue heading Moncongloe. Ruter trip can be reached overland transport visitors to the proposition.
Untuk mencapai Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros, dari Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar, pengunjung dapat langsung menuju Panakkukang-tanpa harus melalui Kabupaten Maros. Dari Panakkukang, pengunjung lantas menuju Todopoli-antang dan terus menuju ke Moncongloe. Ruter perjalanan tersebut dapat ditempuh pengunjung dengan saranan transportasi darat.
Entrance Fee - Harga Tiket
To enjoy the Adu Betis tradition, visitors need not pay the ticket. This tradition can be enjoyed by tourists for free. The recommended time to witness this tradition is in August, especially around the 17th.
Untuk menikmati tradisi Adu Betis, pengunjung tidak perlu membayar tiket. Tradisi ini bisa dinikmati wisatawan secara gratis. Waktu yang disarankan untuk menyaksikan tradisi ini adalah pada bulan Agustus, terutama sekitar tanggal 17.
Accomodation and Other Facilities - Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Accommodation in the form of lodging, restaurants, souvenir and banks can be enjoyed by visitors with a stopover in the city center or in the Maros district of Makassar.
Akomodasi berupa penginapan, restoran, cinderamata maupun bank bisa dinikmati pengunjung dengan singgah di pusat kota Kabupaten Maros atau di Kota Makassar.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Mabbissu or Maggiri Dance - Tari Mabbissu atau Maggiri
Brief Overview - Selayang Pandang
Mabbissu word comes from the prefix ma get additional meaning to dance bissu. While bissu derived from the word bessi, which means clean or pure and strong. They called bissu because no menstruation, no bleeding, or sacred. It said it did not bleed because bissu immune to a sharp weapon, unable to be penetrated by a dagger, machete or a hot lead. Hence, in every ritual ceremony, the bissu always show their magic in the form of dance called Dance Mabbissu or bissu.
Mabbissu berasal dari kata bissu yang mendapat tambahan awalan ma yang berarti melakukan tarian bissu. Sementara bissu berasal dari kata bessi, yang berarti bersih atau suci dan kuat. Mereka dipanggil Bissu karena tidak haid, tidak berdarah, atau suci. Dikatakan tidak berdarah karena Bissu ini kebal terhadap senjata tajam, tidak mampu ditembus oleh keris, parang atau timah panas. Makanya, di setiap upacara ritual, para Bissu selalu mempertontonkan kesaktian mereka dalam bentuk tari yang disebut dengan Mabbissu atau Tari Bissu.
Mabbisu is usually exhibited by the main bissu 6 people led by chairman bissu in the area. Sixth bissu is dressed like a woman with golden-colored clothing and dagger at his waist. After that, with a rhythmic drum beat accompanied by typical, they chanted the mantra strains Rilangi To mythic language (ancient language of the Bugis) while dancing around Arajangnge, the sacred objects and ancestral spirits believed to be the place beristihat. In front Arajangnge it has prepared a variety of offerings from traditional Bugis pastries, fruits, chickens and cows and buffalo heads as offerings to their ancestors.
Mabbisu ini biasanya diperagakan oleh 6 orang Bissu utama yang dipimpin oleh ketua Bissu di daerah itu. Keenam Bissu tersebut berdandan seperti layaknya perempuan dengan pakaian berwarna keemasan dan badik di pinggang. Setelah itu, dengan diiringi tabuhan gendang yang berirama khas, mereka melantunkan alunan mantra mitis dengan bahasa To Rilangi (bahasa kuno orang Bugis) sambil menari memutari Arajangnge, yaitu benda yang dikeramatkan dan diyakini sebagai tempat ruh leluhur beristihat. Di depan Arajangnge itu telah disiapkan berbagai sesaji dari kue-kue tradisional Bugis, buah-buahan, ayam serta kepala kerbau dan sapi sebagai persembahan kepada leluhur mereka.
When the strains of drums grew louder and faster, the movement is growing slowly and bissu start à ¢ â, ¬ Ã… "transà ¢ â, ¬  or loss of consciousness. At that time, began to demonstrate bissu maggiri movement. They fired a long dagger tucked waist, then thrust it into the palm of the hand, stomach and throat. The aim is to test whether the ancestral spirits / supernatural deity who had penetrated into them. If they are immune, it means bissu spirit that possessed him, and believed to give blessings. Conversely, if the dagger had pierced and wounded their bodies, meaning that possessed the spirit is weak or even not at all possessed by ancestral spirits.
Ketika alunan gendang semakin keras dan cepat, gerakan para Bissu tersebut semakin pelan dan mulai â€Å“trans†atau kehilangan kesadaran. Pada saat itu, para Bissu mulai memeragakan gerakan maggiri. Mereka melepaskan keris panjang yang terselip dipinggang, kemudian menusukkannya ke telapak tangan, perut, dan tenggorokan mereka. Tujuannya adalah untuk menguji apakah roh leluhur/dewata yang sakti sudah merasuk ke dalam diri mereka. Jika mereka kebal, berarti Bissu itu dan roh yang merasukinya dipercaya dapat memberikan berkat. Sebaliknya, jika badik itu menembus dan melukai tubuh mereka, berarti yang merasukinya adalah roh lemah atau bahkan tidak dirasuki roh leluhur sama sekali.
B. Keistimewaan
Puncak dari Mabbisu ini adalah nagiri‘i atau menusuktubuh mereka dengan badik, sehingga tari ini juga disebut dengan Maggiri. Pada saat gerakan maggiri ini diperagakan, pengunjung akan takjub dan tercengang-cengang menyaksikan para Bissu itu menusuk telapak tangan dan leher mereka dengan badik yang runcing dan tajam, namun tidak meninggalkan bekas luka sedikit pun, meskipun ditekan berkali-kali dengan sekuat tenaga. Akan tetapi, jika ada persyaratan dalam tarian ini tidak terpenuhi, maka badik tersebut akan menembus tubuh mereka.
Sebagian pengunjung yang datang ke lokasi, tidak saja untuk menyaksikan pagelaran tari yang spektakuler itu, tetapi juga ada yang datang untuk meminta berkah dari para Bissu tersebut.
C. Lokasi
Pagelaran Mabbissu terletak di Desa Assaurajang, Kecamatan Segeri, Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Provinsi Sulawesi Selatan.
D. Akses
Perjalanan dari terminal Daya Makassar menuju Kota Kecamtan Sigeri dapat ditempuh sekitar 2-3 jam dengan menggunakan kendaraan peribadi maupun angkutan umum. Dari Kota Kecamatan Sigeri menuju Desa Assaurajang dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermoto dalam waktu 20 menit.
E. Biaya Tiket Masuk
Pengunjung tidak dikenai biaya masuk ke lokasi.
F. Akomodasi dan Fasilitas
Masih dalam konfirmasi.
Ceremony of Accera Kalompong - Upacara Adat Accera Kalompong
Accera Kalompoang is a traditional ceremony to cleanse the heirlooms relics of the kingdom of Gowa stored in the Museum Balla Lompoa. Ceremony called allangiri kalompoang core, namely cleaning and weighing salokoa (crown) made in the 14th century. These objects are cleaned kingdom among them:
1. Rattan Spear haired ponytail (panyanggaya Barangan)
2. Parang scrap metal (lasippo)
3. Keris wearing gold jewels (tatarapang)
4. Magic weapon as an attribute of the ruling king (sudanga)
5. Gold bracelet-headed dragon (Ponto-jangaya janga)
6. Necklace greatness (kolara)
7. Earrings of pure gold (bangkarak ta'roe)
8. Gold buttons (buttons gaukang)
Accera Kalompoang merupakan upacara adat untuk membersihkan benda-benda pusaka peninggalan Kerajaan Gowa yang tersimpan di Museum Balla Lompoa. Inti upacara disebut allangiri kalompoang, yaitu pembersihan dan penimbangan salokoa (mahkota) yang dibuat pada abad ke-14. Benda-benda kerajaan yang dibersihkan di antaranya:
- Tombak rotan berambut ekor kuda (panyanggaya barangan)
- Parang besi tua (lasippo)
- Keris emas yang memakai permata (tatarapang)
- Senjata sakti sebagai atribut raja yang berkuasa (sudanga)
- Gelang emas berkepala naga (ponto janga-jangaya)
- Kalung kebesaran (kolara)
- Anting-anting emas murni (bangkarak ta‘roe)
- Kancing emas (kancing gaukang)
Laundering objects using holy water kingdom led by a Anrong Gurua (Professor) and begins with the reading of the Al-Fatihah jointly by the participants of the ceremony. Especially for weapons like kris heritage, machetes and spears the eyes, washing is specially treated, which is rubbed with fragrant oils, bamboo sharpener, and lime. Implementation of the ceremony was witnessed by the descendants of kings of Gowa, and masayakat general, subject to customary dress Makassar during the event.
Pencucian benda-benda kerajaan tersebut menggunakan air suci yang dipimpin oleh seorang Anrong Gurua (Guru Besar) dan diawali dengan pembacaan surat Al-Fatihah secara bersama-sama oleh para peserta upacara . Khusus untuk senjata-senjata pusaka seperti keris, parang dan mata tombak, pencuciannya diperlakukan secara khusus, yakni digosok dengan minyak wangi, rautan bambu, dan jeruk nipis. Pelaksanaan upacara ini disaksikan oleh para keturunan Raja-Raja Gowa, dan masayakat umum dengan syarat harus berpakaian adat Makassar pada saat acara.
Weighing salokoa or pure gold crown weighing 1768 grams (crown was first worn by the King of Gowa, I Tumanurunga, which symbolized the inauguration of the Kings next Gowa.) With a diameter of 30 cm and decorated with 250 grains of diamond.
Penimbangan salokoa atau mahkota emas murni seberat 1.768 gram ( Mahkota ini pertama kali dipakai oleh Raja Gowa, I Tumanurunga, yang kemudian disimbolkan dalam pelantikan Raja- Raja Gowa berikutnya.) dengan diameter 30 cm dan berhias 250 butir berlian.
Weighing the meaning of this is an indication for their lives in the future. If the crown scales are reduced, then it bodes will happen (reinforcements) disasters in their country. . Conversely, if the crown scales are increased, then it becomes a sign of prosperity is coming for the people of Gowa. It is said that one time, the crown that weighs less than 2 pounds can not be removed by anyone, not even 4 people at once tried to lift it, but still could not.
Makna penimbangan ini merupakan petunjuk bagi kehidupan mereka di masa yang akan datang. Jika timbangan mahkota tersebut berkurang, maka itu menjadi pertanda akan terjadi (bala) bencana di negeri mereka. . Sebaliknya, jika timbangan mahkota tersebut bertambah, maka itu menjadi pertanda kemakmuran akan datang bagi masyarakat Gowa. Konon suatu waktu , mahkota yang beratnya kurang dari 2 kilogram ini tidak dapat diangkat oleh siapa pun, bahkan 4 orang sekaligus berusaha mengangkatnya, namun tetap saja tidak sanggup.
Sacred ceremonies which was first implemented by the king of Gowa who first embraced Islam, I Mangngarrangi Daeng Mangrabbia Karaeng Lakiung Sultan Alauddin on 9 Jumada H. Early 1051 or 20 September 1605. Although the King of Gowa XIV has started, but the ceremony has not been used as a tradition. King of Gowa XV, I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Edge Karaeng Lakiung Sultan Malikussaid Tumenanga Papambatuna Ri, mentradisikan this ceremony on each date 10 Zulhijjah, ie after every prayer Eid ul Adha. Furthermore, King of Gowa XVI, I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomanggape Sultan Hasanuddin Tumenanga ri Balla Pangkana who holds Roosters from the east, incorporating elements of Islam into this ceremony, the slaughter of sacrificial animals. Since then, the Kings continue to perform the ceremony next Gowa Kalompoang Accera this and until now continue to be performed by their descendants.
Upacara adat yang sakral ini pertama kali dilaksanakan oleh Raja Gowa yang pertama kali memeluk Islam, yakni I Mangngarrangi Daeng Mangrabbia Karaeng Lakiung Sultan Alauddin pada tanggal 9 Jumadil Awal 1051 H. atau 20 September 1605. Meskipun Raja Gowa XIV itu telah memulainya, namun upacara ini belum dijadikan sebagai tradisi. Raja Gowa XV, I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Ujung Karaeng Lakiung Sultan Malikussaid Tumenanga Ri Papambatuna, mentradisikan upacara ini pada setiap tanggal 10 Zulhijjah, yakni setiap selesai shalat Idul Adha. Selanjutnya, Raja Gowa XVI, I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomanggape Sultan Hasanuddin Tumenanga ri Balla Pangkana yang bergelar Ayam Jantan dari timur, memasukkan unsur-unsur Islam ke dalam upacara ini, yakni penyembelihan hewan kurban. Sejak itu, Raja-raja Gowa berikutnya terus melaksanakan upacara Accera Kalompoang ini dan sampai sekarang terus dilaksanakan oleh para keturunan mereka.
Accera Kalompoang ceremonies held once a year, ie every prayer after Eid al-Adha on 10 Zulhijjah in the Museum Balla Lompoa (Sultan Hasanuddin No. Jl.. 48 Sungguminasa, Somba Opu, Gowa regency, South Sulawesi). In addition to these heirlooms, there are also some imported objects stored in the Museum Balla Lompoa also cleaned, such as: necklaces of the Zulu Kingdom, the Philippines, in the XVI century; three gold spear; long machete (irate Manurung); penning the pure gold of the Kingdom England in 1814 AD, and gold medals of the Netherlands.
Upacara adat Accera Kalompoang digelar sekali setahun, yakni setiap usai shalat Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijjah di Museum Balla Lompoa (Jl. Sultan Hasanuddin No. 48 Sungguminasa, Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan). Selain benda-benda pusaka tersebut, juga ada beberapa benda impor yang tersimpan di Museum Balla Lompoa turut dibersihkan, seperti: kalung dari Kerajaan Zulu, Filipina, pada abad XVI; tiga tombak emas; parang panjang (berang manurung); penning emas murni pemberian Kerajaan Inggris pada tahun 1814 M.; dan medali emas pemberian Belanda.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ceremony of Rambu Solo (Toraja) - Upacara Adat Rambu Solo (Toraja)
Ceremony of Rambu Solo is a traditional funeral ceremony which requires families of the deceased made a party as a sign of their last respects to the deceased who had left.
Upacara Adat Rambu Solo adalah sebuah upacara pemakaman secara adat yang mewajibkan keluarga yang almarhum membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi.
Depth ceremony Signs Solo - Tingkatan upacara Rambu Solo
Signs Solo ceremony is divided into several levels which refers to the social strata of society Toraja, namely:
* Dipasang Bongi: Funerals are only implemented in a single night.
* Dipatallung Bongi: Funerals held for three nights and carried home the deceased as well as animals are slaughtered.
* Dipalimang Bongi: Funerals held for five nights and carried around the house late and the animals are slaughtered.
* Dipapitung Bongi: the funeral ceremony which lasted for seven nights on a daily basis animals are slaughtered.
Upacara Rambu Solo terbagi dalam beberapa tingkatan yang mengacu pada strata sosial masyarakat Toraja, yakni:
* Dipasang Bongi : Upacara pemakaman yang hanya dilaksanakan dalam satu malam saja.
* Dipatallung Bongi : Upacara pemakaman yang berlangsung selama tiga malam dan dilaksanakan dirumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.
* Dipalimang Bongi : Upacara pemakaman yang berlangsung selama lima malam dan dilaksanakan disekitar rumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.
* Dipapitung Bongi : Upacara pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam yang pada setiap harinya dilakukan pemotongan hewan.
The highest ceremony - Upacara tertinggi
Usually the highest ceremony held twice a timeframe of at least a year, the first ceremony is called Aluk Pia typically housed in the implementation Tongkonan around the grieving families, while the second ceremony is usually held the ceremony Chain disebuah special field for the ceremony that the peak of the funeral procession is usually encountered a variety of rituals which must be experienced, such as: Ma'tundan, Ma'balun (body wrap), Ma'roto (put ornaments of gold and silver thread on the coffin), Ma'Parokko Alang (lower body to be buried kelumbung), and the last Ma'Palao (ie carrying the body of the final resting place).
Biasanya upacara tertinggi dilaksanakan dua kali dengan rentang waktu sekurang kurangnya setahun, upacara yang pertama disebut Aluk Pia biasanya dalam pelaksanaannya bertempat disekitar Tongkonan keluarga yang berduka, sedangkan Upacara kedua yakni upacara Rante biasanya dilaksanakan disebuah lapangan khusus karena upacara yang menjadi puncak dari prosesi pemakaman ini biasanya ditemui berbagai ritual adat yang harus dijalani, seperti : Ma'tundan, Ma'balun (membungkus jenazah), Ma'roto (membubuhkan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah), Ma'Parokko Alang (menurunkan jenazah kelumbung untuk disemayamkan), dan yang terkahir Ma'Palao (yakni mengusung jenazah ketempat peristirahatan yang terakhir).
A variety of interesting cultural activities also exhibited in this ceremony, among others:
* Ma'pasilaga tedong (Adu buffalo), which pitted the buffalo buffalo Tana Toraja has a distinctive characteristic of having horns bent down or [balukku ', sokko] skinned striped (tedang Bonga), tedong Bonga in Toraja very high-value price up to hundreds of millions; Sisemba '(Adu feet)
* Dance dance-related rites solo signs 'such as: Pa'Badong, Pa'Dondi, Pa'Randing, Pa'Katia, Pa'papanggan, Passailo and Pa'pasilaga Tedong's next for the art of music: Pa'pompang, Pa' Dali-Dali and Unnosong.;
* Ma'tinggoro tedong (Cutting buffalo with typical Toraja community, namely by cutting buffalo with a machete and with just one slash), usually buffalo to be slaughtered tethered on a rock called Stone Simbuang.
Berbagai kegiatan budaya yang menarik dipertontonkan pula dalam upacara ini, antara lain :
* Ma'pasilaga tedong (Adu kerbau), kerbau yang diadu adalah kerbau khas Tana Toraja yang memiliki ciri khas yaitu memiliki tanduk bengkok kebawah ataupun [balukku', sokko] yang berkulit belang (tedang bonga), tedong bonga di Toraja sangat bernilai tinggi harganya sampai ratusan juta; Sisemba' (Adu kaki)
* Tari tarian yang berkaitan dengan ritus rambu solo' seperti : Pa'Badong, Pa'Dondi, Pa'Randing, Pa'Katia, Pa'papanggan, Passailo dan Pa'pasilaga Tedong; Selanjutnya untuk seni musiknya: Pa'pompang, Pa'dali-dali dan Unnosong.;
* Ma'tinggoro tedong (Pemotongan kerbau dengan ciri khas masyarkat Toraja, yaitu dengan menebas kerbau dengan parang dan hanya dengan sekali tebas), biasanya kerbau yang akan disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu.
Buffalo Tedong Bonga is included groups mud buffalo (Bubalus bubalis) is an endemic species found only in Tana Toraja. The difficulty of breeding and a tendency to cut as many as in traditional ceremonies to make germplasm (genetic resources) that native endangered.
Towards usainya Ceremony of Rambu Solo ', families are obliged to give thanks to the late creator and signifies the completion of the funeral Signs Solo'.
Kerbau Tedong Bonga adalah termasuk kelompok kerbau lumpur (Bubalus bubalis) merupakan endemik spesies yang hanya terdapat di Tana Toraja. Ke-sulitan pembiakan dan kecenderungan untuk dipotong sebanyak-banyaknya pada upacara adat membuat plasma nutfah (sumber daya genetika) asli itu terancam kelestariannya.
Menjelang usainya Upacara Rambu Solo', keluarga mendiang diwajibkan mengucapkan syukur pada Sang Pencipta yang sekaligus menandakan selesainya upacara pemakaman Rambu Solo'.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Palopo Old Mosque - Mesjid Tua Palopo
 |
Palopo Old Mosque |
Brief Overview - Selayang Pandang
Old Mosque is a mosque Palopo kingdom founded by King Luwu Luwu named Datu Umbrella Luwu XVI Starch Pasaung Toampanangi Matinroe Abdullah Sultan in 1604 AD The mosque has an area of 15 m2 which is named Old Man, because old age. While Palopo name is derived from the Bugis language and Luwu that has two meanings, namely: first, the snacks made from a mixture of glutinous rice and sugar water, secondly, inserting pegs in holes pole buildings. Both of these meanings have a relationship with the development process of this Palopo Old Mosque.
Masjid Tua Palopo merupakan masjid Kerajaan Luwu yang didirikan oleh Raja Luwu yang bernama Datu Payung Luwu XVI Pati Pasaung Toampanangi Sultan Abdullah Matinroe pada tahun 1604 M. Masjid yang memiliki luas 15 m2 ini diberi nama Tua, karena usianya yang sudah tua. Sedangkan nama Palopo diambil dari kata dalam bahasa Bugis dan Luwu yang memiliki dua arti, yaitu: pertama, penganan yang terbuat dari campuran nasi ketan dan air gula; kedua, memasukkan pasak dalam lubang tiang bangunan. Kedua makna ini memiliki relasi dengan proses pembangunan Masjid Tua Palopo ini.
Some people believe that for people who come to the City Palopo, has not officially said to set foot in this city if it has not touched the main pillar of the Old Mosque Palopo Cinaduri made from trees, and walls which uses material from the egg white mixture. Therefore, the mosque was never deserted from the congregation, especially during Ramadan. In that month, after every prayer dhuhur up before breaking the fast, usually the pilgrims stay in the mosque to recite, tadarrus Qur'an, and dhikr. Pilgrims who came not only citizens of the City Palopo, but many also come from neighboring counties, such as Luwu, North Luwu, Sidrap, and Wajo.
Sebagian masyarakat percaya bahwa bagi orang yang datang ke Kota Palopo, belum dikatakan resmi menginjakkan kaki di kota ini apabila belum menyentuh tiang utama Masjid Tua Palopo yang terbuat dari pohon Cinaduri, serta dinding tembok yang menggunakan bahan campuran dari putih telur. Oleh karena itu, masjid ini tidak pernah sepi dari jemaah, khususnya pada bulan Ramadhan. Pada bulan tersebut, setiap selesai shalat dhuhur hingga menjelang berbuka puasa, biasanya para jamaah tetap tinggal di masjid untuk mengaji, tadarrus Alquran, dan berzikir. Jamaah yang datang bukan hanya warga Kota Palopo, tetapi banyak juga yang datang dari kabupaten tetangga, seperti Luwu, Luwu Utara, Sidrap, dan Wajo.
Feature - Keistimewaan
Old Palopo mosque architecture is very unique. There are four essential elements that bersebati (attached) in the construction of this old mosque, the local elements of the Bugis, Javanese, Hindu and Islam.
First, the local elements of Bugis. This element looks at the overall structure of the mosque building comprising three flats that follow the concept of houses on stilts. The concept of the three flats are also consistently applied to other parts, such as roofs and decorative consisting of three flats; poles also consists of three flats, namely pallanga (extolled), alliri POSSI (pole center) and soddu; wall marked by three stacking form of molding (serrations), and staining of building a tiered three-pole from top to bottom, starting from the green, white and brown.
Arsitektur Masjid Tua Palopo ini sangat unik. Ada empat unsur penting yang bersebati (melekat) dalam konstruksi masjid tua ini, yaitu unsur lokal Bugis, Jawa, Hindu dan Islam.
Pertama, unsur lokal Bugis. Unsur ini terlihat pada struktur bangunan masjid secara keseluruhan yang terdiri dari tiga susun yang mengikuti konsep rumah panggung. Konsep tiga susun ini juga konsisten diterapkan pada bagian lainnya, seperti atap dan hiasannya yang terdiri dari tiga susun; tiang penyangga juga terdiri dari tiga susun, yaitu pallanga (umpak), alliri possi (tiang pusat) dan soddu; dinding tiga susun yang ditandai oleh bentuk pelipit (gerigi); dan pewarnaan tiang bangunan yang bersusun tiga dari atas ke bawah, dimulai dari warna hijau, putih dan coklat.
Second, the elements of Java. This element is visible on the roof, which is influenced by the Javanese joglo roofs piled pyramidal three or often called tajug. Two overlapping roof at the bottom supported by four poles, in construction is often called the cornerstone of Java. While the very top of the pyramid roof supported by columns (pillars) of wood Cinna single categories (Cinaduri) with a diameter of 90 centimeters. At the peak of the roof of the mosque, there is a decoration of ceramics in blue and estimated to come from China.
Third, elements of Hinduism. This element is seen in plan is rectangular mosque is affected by the construction of the temple. At the bottom of the wall, there is a lotus flower decoration, similar to the decorations in the temple of Borobudur. On the upper wall of the groove there is also a motif similar to the ornate temple in Java. Fourth, the elements of Islam. This element appears in the mosque, that there are five bars in the form of erect, symbolizing the number of obligatory prayers in a day and night.
Kedua, unsur Jawa. Unsur ini terlihat pada bagian atap, yang dipengaruhi oleh atap rumah joglo Jawa yang berbentuk piramida bertumpuk tiga atau sering disebut tajug. Dua tumpang atap pada bagian bawah disangga oleh empat tiang, dalam konstruksi Jawa sering disebut sokoguru. Sedangkan atap piramida paling atas disangga oleh kolom (pilar) tunggal dari kayu cinna gori (Cinaduri) yang berdiameter 90 centimeter. Pada puncak atap masjid, terdapat hiasan dari keramik berwarna biru yang diperkirakan berasal dari Cina.
Ketiga, unsur Hindu. Unsur ini terlihat pada denah masjid yang berbentuk segi empat yang dipengaruhi oleh konstruksi candi. Pada dinding bagian bawah, terdapat hiasan bunga lotus, mirip dengan hiasan di Candi Borobudur. Pada dinding bagian atas juga terdapat motif alur yang mirip dengan hiasan candi di Jawa. Keempat, unsur Islam. Unsur ini terlihat pada jendela masjid, yaitu terdapat lima terali besi yang berbentuk tegak, yang melambangkan jumlah shalat wajib dalam sehari semalam.
Location - Lokasi
The mosque is located in Old Town Palopo Palopo, South Sulawesi Province, Indonesia.
Masjid Tua Palopo terletak di Kota Palopo, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.
Access - Akses
Palopo town located 390 km north of Makassar. The journey from Makassar to Palopo City can be reached by private car or by public transportation, such as cars panther, deer, and buses.
Kota Palopo berada 390 km di sebelah utara Kota Makassar. Perjalanan dari Kota Makassar ke Kota Palopo dapat ditempuh dengan menggunakan mobil pribadi maupun dengan angkutan umum, berupa mobil panther, kijang, dan bus.
Entrance Fee - Harga Tiket Masuk
Free.
Pengunjung tidak dipungut biaya masuk.
Accomodation and Facilities - Akomodasi dan Fasilitas
In the process of data collection.
Dalam proses pengumpulan data.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Museum Balla Lompoa
Brief Overview - Selayang Pandang
Balla Lompoa Museum is a reconstruction of the palace of Gowa Kingdom which was founded in the reign of King of Gowa-31, I-mangngi Mangngi Matutu Daeng, in 1936. In the language of Makassar, Balla Lompoa means a big house or house of greatness. The architecture of the museum is shaped typical Bugis houses, ie houses on stilts, with a ladder as high as more than two feet to get into the patio space. The entire building is made of ironwood or ironwood. The building is located in a one-hectare complex is bordered by high concrete wall.
Museum Balla Lompoa merupakan rekonstruksi dari istana Kerajaan Gowa yang didirikan pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-31, I Mangngi-mangngi Daeng Matutu, pada tahun 1936. Dalam bahasa Makassar, Balla Lompoa berarti rumah besar atau rumah kebesaran. Arsitektur bangunan museum ini berbentuk rumah khas orang Bugis, yaitu rumah panggung, dengan sebuah tangga setinggi lebih dari dua meter untuk masuk ke ruang teras. Seluruh bangunan terbuat dari kayu ulin atau kayu besi. Bangunan ini berada dalam sebuah komplek seluas satu hektar yang dibatasi oleh pagar tembok yang tinggi.
Building the museum is divided into two parts, the main hall area of 60 x 40 meters and a terrace room (reception area) covering 40 x 4.5 meters. Inside the main room there are three chambers, namely: the king's chamber as private rooms, cubicles where the historic objects, and the royal chamber. All three chambers are each measuring 6 x 5 meters. Museum building is also equipped with lots of windows (which are the hallmark of Bugis houses), each measuring 0.5 x 0.5 meters.
Bangunan museum ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu ruang utama seluas 60 x 40 meter dan ruang teras (ruang penerima tamu) seluas 40 x 4,5 meter. Di dalam ruang utama terdapat tiga bilik, yaitu: bilik sebagai kamar pribadi raja, bilik tempat penyimpanan benda-benda bersejarah, dan bilik kerajaan. Ketiga bilik tersebut masing-masing berukuran 6 x 5 meter. Bangunan museum ini juga dilengkapi dengan banyak jendela (yang merupakan ciri khas rumah Bugis) yang masing-masing berukuran 0,5 x 0,5 meter.
This museum serves as a place to store a collection of objects Kingdom of Gowa. Historic objects on display based on the general function of each room in the museum building. At the front of the main building, a map of Indonesia displayed on the right side of the wall. In the main room displayed a family tree starting from the King of the Kingdom of Gowa Gowa I, Tomanurunga in the 13th century, until the last king of Gowa Aididdin Sultan Abdulkadir A. Moch Idjo Karaeng Lalongan (1947-1957). In the main room, there is a place on the throne in a special area in the middle of the room. Some of the tools of war, such as spears and ancient cannons, as well as a lalong sipue umbrella (umbrella that is used when the king's inauguration) are also displayed in this room.
The museum was never restored in 1978-1980. Until now, the local government has allocated IDR 25 million per year for the overall maintenance costs.
Museum ini berfungsi sebagai tempat menyimpan koleksi benda-benda Kerajaan Gowa. Benda-benda bersejarah tersebut dipajang berdasarkan fungsi umum setiap ruangan pada bangunan museum. Di bagian depan ruang utama bangunan, sebuah peta Indonesia terpajang di sisi kanan dinding. Di ruang utama dipajang silsilah keluarga Kerajaan Gowa mulai dari Raja Gowa I, Tomanurunga pada abad ke-13, hingga Raja Gowa terakhir Sultan Moch Abdulkadir Aididdin A. Idjo Karaeng Lalongan (1947-1957). Di ruangan utama ini, terdapat sebuah singgasana yang di letakkan pada area khusus di tengah-tengah ruangan. Beberapa alat perang, seperti tombak dan meriam kuno, serta sebuah payung lalong sipue (payung yang dipakai raja ketika pelantikan) juga terpajang di ruangan ini.
Museum ini pernah direstorasi pada tahun 1978-1980. Hingga saat ini, pemerintah daerah setempat telah mengalokasikan dana sebesar 25 juta rupiah per tahun untuk biaya pemeliharaan secara keseluruhan.
Feature - Keistimewaan
Museum Balla Lompoa save valuable collection of objects that are not only valuable because of its historic value, but also because the material of manufacture of gold or other precious stones. In this museum there are about 140 royal collection of objects of high value, such as crowns, bracelets, buttons, necklaces, a dagger and other objects are generally made of pure gold and decorated with diamonds, ruby stones, and gems. Among these collections, have an average weight of 700 grams, even up to or more than 1 kilogram. In the king's personal space, there is a cone-shaped crown royal lotus flower (five strands of sepals) weighs 1768 grams which is sprinkled with 250 diamonds gems. In this museum there is also a tatarapang, the dagger of gold weighing 986.5 grams, with a shelf 51 cm and width 13 cm, which was a gift from the Kingdom of Demak. In addition to these precious jewels, there is still a collection of historic objects, such as: 10 pieces of the spear, 7 pieces lontara manuscript, and 2 books of Quran hand-written in 1848.
Balla Lompoa Museum in Jalan Sultan Hasanuddin No.. 48 Sungguminasa, Somba Opu, Gowa regency, South Sulawesi.
Museum Balla Lompoa menyimpan koleksi benda-benda berharga yang tidak hanya bernilai tinggi karena nilai sejarahnya, tetapi juga karena bahan pembuatannya dari emas atau batu mulia lainnya. Di museum ini terdapat sekitar 140 koleksi benda-benda kerajaan yang bernilai tinggi, seperti mahkota, gelang, kancing, kalung, keris dan benda-benda lain yang umumnya terbuat dari emas murni dan dihiasi berlian, batu ruby, dan permata. Di antara koleksi tersebut, rata-rata memiliki bobot 700 gram, bahkan ada yang sampai atau lebih dari 1 kilogram. Di ruang pribadi raja, terdapat sebuah mahkota raja yang berbentuk kerucut bunga teratai (lima helai kelopak daun) memiliki bobot 1.768 gram yang bertabur 250 permata berlian. Di museum ini juga terdapat sebuah tatarapang, yaitu keris emas seberat 986,5 gram, dengan pajang 51 cm dan lebar 13 cm, yang merupakan hadiah dari Kerajaan Demak. Selain perhiasan-perhiasan berharga tersebut, masih ada koleksi benda-benda bersejarah lainnya, seperti: 10 buah tombak, 7 buah naskah lontara, dan 2 buah kitab Al Quran yang ditulis tangan pada tahun 1848.
Museum Balla Lompoa berada di Jalan Sultan Hasanuddin No. 48 Sungguminasa, Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Access - Akses
The museum is located in the City Sungguminasa directly adjacent to the city of Makassar. Travel can be reached by private vehicles and public transport, either four wheels or two wheels.
Museum ini terletak di Kota Sungguminasa yang berbatasan langsung dengan Kota Makassar. Perjalanan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi dan angkutan umum, baik roda empat maupun roda dua.
Entrance Fee - Harga Tiket Masuk
In confirmation - dalam konfirmasi.
Accomodation and Facilities - Akomodasi dan Fasilitas
Inside the complex, available services guide who will provide information to visitors about the museum itself and everything to do with a collection of historic objects in it.
Di dalam kompleks, tersedia pelayanan jasa guide yang akan memberikan informasi kepada pengunjung tentang museum itu sendiri dan segala sesuatu yang berkaitan dengan koleksi benda-benda bersejarah yang ada di dalamnya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Somba Opu Castle built by the King of Gowa IX Daeng Matanre tumaparisi Kallonna the XVI century (1550 1650), which is the kingdom of Gowa and one of the city's largest airport in Southeast Asian in his time. Somba Opu a relic of the past history of the mighty kingdoms in South Sulawesi, the area is now used as a miniature cultural center of South Sulawesi and has built many custom homes tradisinal of all the tribes / ethnic groups who were there (South Sulawesi). Where all the houses can describe budanya respectively.
Benteng Somba Opu dibangun oleh Raja Gowa ke IX Daeng Matanre tumaparisi Kallonna pada abad ke XVI (1550 1650), yang merupakan Kerajaan Gowa dan salah satu kota Bandar terbesar di Asian Tenggara pada masanya. Benteng Somba Opu merupakan peninggalan sejarah kerajaan perkasa masa lalu di Sulawesi Selatan, sekarang kawasan ini dijadikan pusat budaya miniature Sulawesi Selatan dan telah dibangun berbagai rumah adat tradisinal dari semua suku/etnis yang ada disana (Sulsel). Dimana semua rumah dapat menggambarkan budanya masing-masing.
Maimoon Palace - Istana Maimoon
The palace was designed by architect Maimoon Zenie Captain Holland, TH van Earp. Buildings that have become land mark of Medan, ranging dibagun August 26, 1888 and inaugurated on May 18, 1891 with a cost Fl. 100,000 (or the equivalent of 1 million Dutch guilders).
Maimoon palace complex represents an impressive and religious empire in Indonesia, especially in North Sumatra. Form this majestic palace, also marks the greatness of the Malay kingdom rumpunya, spread from Thailand, mainland peninsular Malaysia, Singapore, West Kalimantan and Sarawak to Province of Riau.
Istana Maimoon ini dirancang oleh arsitek Kapten Zenie Belanda, T.H van Earp. Bangunan yang telah menjadi land mark Kota Medan ini, mulai dibagun 26 Agustus 1888 dan diresmikan pada 18 Mei 1891 dengan menghabiskan biaya Fl. 100.000 (atau setara 1 juta gulden Belanda).
Istana Maimoon melambangkan kompleks kesultanan yang mengesankan dan religius di Indonesia, Khususnya di Sumatera Utara. Bentuk keagungan istana ini, juga menandai kebesaran kerajaan melayu yang rumpunya, menyebar dari Thailand, daratan semenanjung Malaysia, Singapura, Kalimantan Barat dan Serawak hingga Prov. Riau.
Istano Basa Pagaruyung
The palace was rebuilt in 1976 which is a duplicate of Rajo Alam Minangkabau Istano building that burned the Dutch in 1804. This building consists of 11 gonjong, 72 milestones and 3 floors. Attraction is equipped with a surau, tabuah Rangkian Broken Nine. In addition, the physical building Istano Pagaruyung tongue equipped with various carvings that each - each has a carving bnetuk and color philosophy, history and culture of Minangkabau.
This palace is situated in the Nagari Pagaruyung, District of the Golden Horn which is a central Government Tanah Datar, more kurnag 5km from the city of Batusangkar and easily accessible by transport wheels 2 and 4.
Istana ini dibangun kembali pada tahun 1976 yang merupakan duplikat bangunan Istano Rajo Alam Minangkabau yang dibakar belanda tahun 1804. Bangunan ini terdiri dari 11 Gonjong, 72 tonggak dan 3 lantai. Objek wisata ini dilengkapi dengan surau, tabuah Rangkian Patah Sembilan. Selain itu, fisik bangunan Istano Basa Pagaruyung dilengkapi dengan beragam ukiran yang tiap – tiap bnetuk dan warna ukiran mempunyai falsafah, sejarah dan budaya Minangkabau.
Istana ini terletak di Nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanjung Emas yang merupakan pusat Pemerintahan Kabupaten Tanah Datar, lebih kurnag 5km dari Kota Batusangkar dan mudah dijangkau oleh sarana transportasi roda 2 dan 4.
Pongkar Beach - Pantai Pongkar
Pongkar beach is one of the best panati owned Karimun, white sand, located in District Cliffs. For those of you beach lovers, this place is a place of fishing, sailing and water sports.
Objects can be dicapi wsiata with local transportation such as taxis, buses and two-wheeled vehicle 30 minutes from the city of Tanjung Balai Karimun. There are objects around the stage to treat local arts and guest houses for tourists who want to rest or enjoy the beach atmosphere for longer.
Pantai Pongkar adalah salah satu panati terbaik yang dimiliki Karimun, pasirnya putih, terletak di Kecamatan Tebing. Bagi anda pecinta pantai, tempat ini merupakan tempat memancing, berlayar dan olahraga air.
Objek wsiata ini dapat dicapi dengan transportasi lokal seperti taksi, bus dan kendaraan roda 2 + 30 menit dari Kota Tanjung Balai Karimun. Disekitar objek terdapat panggung untuk suguhan kesenian daerah dan guest house untuk wisatawan yang ingin beristirahat atau menikmati suasana pantai lebih lama.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Akkarena Beach - Pantai Akkarena
 |
Akkarena Beach |
Akkarena, Stunning Beach in Makassar Akkarena family recreation center located on the coast of Tanjung Bunga Beach with an area of development up to 10 hectares. With the panoramic beauty of beaches and a beautiful sunset. Akkarena family recreation center offers a variety of means to relax, play and exercise for the whole family.
Akkarena, Pantai Mempesona di Makassar Pusat rekreasi keluarga Akkarena terletak di pesisir Pantai Tanjung Bunga dengan luas pengembangan sampai dengan 10 Ha. Dengan keindahan panorama pantainya serta keindahan matahari terbenam. Pusat rekreasi keluarga Akkarena menawarkan berbagai sarana untuk bersantai, bermain dan berolah raga bagi seluruh keluarga.
Akkarena operation since 1998, a park covering an area of 450 square meters dish with Mediterranean-style buildings. The park is located on the waterfront with a dish of food and local and international drinks and features live musical entertainment.
Akkarena beroperasi sejak 1998, berupa Taman Hidangan seluas 450 m2 dengan gaya bangunan Mediterania. Taman ini terletak di tepi pantai dengan sajian makanan dan minuman lokal maupun internasional serta dilengkapi hiburan live musik.
In addition to park and dock Akkarena dishes there are also many facilities for recreation such as Jet Sky, Banana Boat, fishing Tourism to the island, lokker room, changing rooms and wash rooms and children's games.
One of the facilities which presents the beauty is the presence of an ocean pier which is now a landmark Akkarena Coast. Akkarena manager has built a trillionth of a pier length and width with a length of 150 meters and 5 meters wide. In addition to enjoying the beauty of the sunset in the waters of Makassar Strait, is also used to dock landing ships of small and medium-sized tourism.

Selain Taman Hidangan Akkarena dan dermaga juga terdapat berbagai fasilitas pendukung untuk berekreasi seperti Jet Sky, Banana Boat, Wisata memancing ke pulau, ruang lokker, ruang ganti dan ruang bilas serta permainan anak.
Salah satu fasilitas yang menyajikan keindahan adalah kehadiran sebuah dermaga laut yang kini menjadi landmark Pantai Akkarena. Pengelola Akkarena telah membangun sebuah dermaga yang seper panjang dan lebar dengan ukuran panjang 150 meter dan lebar 5 meter. Selain untuk menikmati keindahan matahari terbenam di perairan Selat Makassar, dermaga ini juga digunakan untuk pendaratan kapal-kapal wisata berukuran kecil & sedang.
In addition to the dock, there are also various support facilities for beach recreation, fishing tours to the islands around the coast, lokker room, changing rooms and wash rooms and children's games. Some games and recreational facilities provided at the Beach Akkarena among others jetski, banana boat, speed boat, small boat.
Around the garden dishes, available facilities for outbound activities and meetings. Manager provides a place of activity, both inside and outside the park area and supporting facilities such as meals and catering soundsystem with a delicious menu variations. Akkarena visitors to the area's favorite food is fried bananas and fried sweet potatoes combined with a warm coffee.
Some facilities are provided along the coast that is an oval plaza, water tower, children's playground, Curt and restaurant food, bath center, meeting room, clinic, field for beach volleyball, and many other recreational facilities.
Selain dermaga, terdapat juga berbagai fasilitas pendukung untuk rekreasi pantai, wisata memancing ke pulau-pulau di sekitar pantai, ruang lokker, ruang ganti dan ruang bilas serta permainan anak. Beberapa fasilitas permainan dan rekreasi yang disediakan di Pantai Akkarena antara lain jetski, banana boat, speed boat, boat kecil.
Di sekitar taman hidangan, tersedia fasilitas untuk kegiatan outbond dan meeting. Pengelola menyediakan tempat kegiatan, baik di dalam maupun di luar area taman hidangan dan fasilitas pendukung seperti soundsystem dan katering dengan variasi menu yang lezat. Makanan favorit pengunjung kawasan Akkarena adalah pisang goreng dan ubi goreng dipadukan dengan kopi hangat.
Beberapa sarana dan prasarana yang disediakan di sepanjang pantai yakni plaza oval, menara air, taman bermain anak-anak, food curt dan restoran, pusat permandian, meeting room, poliklinik, lapangan untuk voli pantai, serta masih banyak fasilitas rekreasi lainnya.
Coast Akkarena opened between 7 am until 10 pm on weekdays and between 6 am until 12 midnight. This allows you to enjoy the romantic atmosphere and the sea breeze winds Akkarena beach at night.
Today, every visitor is free of charge IDR 4,000 for admission and IDR 2,000 for parking a car or IDR 1,000 for the motor. So if you're into Makassar lest you miss the beautiful atmosphere with the family at Akkarena Beach Recreation Center.
Pantai Akkarena dibuka antara pukul 7 pagi sampai pukul 10 malam pada hari kerja dan antara pukul 6 pagi sampai 12 malam. Hal ini memungkinkan anda untuk menikmati romantisnya suasana dan angin laut sepoi-sepoi Pantai Akkarena waktu malam.
Saat ini, tiap pengunjung dipungut biaya sebesar Rp 4,000,00 untuk karcis masuk dan Rp2000,00 untuk parkir mobil atau Rp 1,000,00 untuk motor. Jadi jika Anda ke Kota Makassar jangan sampai Anda lewatkan suasana yang indah bersama keluarga di Pusat Rekreasi Pantai Akkarena.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tomb of Sultan Hasanuddin - Makam Sultan Hasanuddin
No comments:
Post a Comment